Bandung–Wartajabar.online | Kemarahan membuncah disampaikan Anggota Komisi IV DPRD Kota Bandung, Andri Gunawan, terhadap stasiun televisi Trans 7. Tayangan program Xpose Uncensored yang menampilkan potongan video kehidupan santri di Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri, Jawa Timur, menuai kecaman keras karena dianggap melecehkan dan merendahkan martabat dunia pesantren.
“Saya mengecam keras apa yang dilakukan oleh Trans 7 itu! Framing konten mereka jelas-jelas menghina dan merendahkan santri dan para kiai. Ini bukan sekadar salah tayang, ini penghinaan terhadap institusi moral dan budaya bangsa!” tegas Andri, Selasa (14/10/2025), dengan nada tinggi penuh amarah.
Politisi dari Fraksi PDI Perjuangan ini menyebut tayangan tersebut tidak hanya sembrono, tapi juga menunjukkan ketidakpahaman terhadap nilai luhur pesantren yang telah mengakar jauh sebelum republik ini berdiri.
“NU, Muhammadiyah, Persis — mereka semua ada sebelum Indonesia merdeka! Jangan sekali-kali kalian menghina institusi yang telah membentuk karakter bangsa ini!” lanjutnya.
Sebagai Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Bandung, Andri juga mengingatkan kembali falsafah Trisakti Bung Karno, terutama prinsip berkepribadian dalam kebudayaan.
“Hubungan santri dan kiai adalah cermin adab mulia warisan budaya kita. Ini bukan soal doktrin kaku. Ini soal penghormatan, soal kemanusiaan yang berkeadaban! Bukan sesuatu yang layak kalian nilai dengan lensa liberal yang dangkal dan serampangan!” tegasnya lagi.
Andri menyebut tindakan Trans 7 sebagai bentuk kelalaian fatal dalam menyampaikan informasi. Tayangan yang menunjukkan santri berjalan jongkok—dipotong secara tidak utuh dan tanpa konteks—ia nilai sebagai bentuk pelecehan terhadap tradisi luhur pesantren.
“Kami yang pernah nyantri paham betul, mencium tangan kiai, jalan jongkok—itu bukan bentuk penghinaan, tapi penghormatan. Itulah nilai! Itulah adab! Tayangan itu bukan saja menyesatkan, tapi juga menyakiti perasaan jutaan santri dan umat!” kata Andri dengan nada membara.
Ia pun mendesak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk turun tangan secara tegas dan tidak main-main.
“KPI harus beri sanksi tegas! Jangan tunggu sampai publik menganggap ini hal biasa. Kalau tidak ada tindakan, kita akan melihat makin banyak konten merusak yang menyudutkan dunia pesantren. Ini sangat berbahaya!” tandasnya.
Andri menegaskan, jika tidak ada langkah nyata dari lembaga penyiaran dan pengawasan media, dikhawatirkan akan terjadi normalisasi terhadap narasi-narasi yang memecah belah dan merusak akar budaya bangsa.
—
Liputan: Fajar | Editor: Redaktur wartajabar.online