Karawang – Wartajabar.Online | Rupanya, keterbukaan informasi publik belum juga sampai ke gerbang SMA PLUS PGRI Cikampek. Upaya konfirmasi yang dilakukan redaksi Warta Jabar terkait kegiatan rehabilitasi dan pembangunan ruang kelas baru di sekolah tersebut justru seolah terbentur tembok tebal bernama “tidak berada di tempat”.

Foto: Kegiatan rehab gedung di lingkungan SMA PLUS PGRI Cikampek.
Entah kebetulan atau memang sudah menjadi kebiasaan, setiap kali awak media datang, kepala sekolah Ujang Suherman, selalu dikabarkan “sedang tidak di sekolah”. Ironisnya, papan proyek di lokasi dengan jelas mencantumkan bahwa kegiatan pembangunan ini menelan anggaran sebesar Rp714.687.000, bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2025 — uang rakyat, bukan dana pribadi siapa pun.

Foto: Papan informasi proyek kegiatan Revitalisasi gedung di SMA PLUS PGRI Cikampek (dok. 01/10/2025)
Namun, ketika publik berhak tahu bagaimana anggaran sebesar itu digunakan, pihak sekolah justru memilih diam seribu bahasa.

Foto: Surat Konfirmasi yang dikirimkan kepada pihak sekolah.
Tak ingin menebak-nebak, redaksi pun melayangkan surat konfirmasi resmi agar bisa mendapatkan jawaban yang objektif dan transparan. Surat diterima, tapi bukan jawaban yang datang — melainkan pesan singkat WhatsApp berisi tanggapan seadanya. Sebuah gaya komunikasi yang mungkin dianggap “praktis”, tapi sayangnya, tidak substantif.

Foto: Pesan singkat WhatsApp dari Kepala Sekolah SMA PLUS PGRI Cikampek kepada Redaksi Warta Jabar.
Jawaban yang dikirim pun dinilai jauh dari esensi keterbukaan, bahkan terkesan enggan memberikan ruang klarifikasi. Publik tentu bertanya-tanya: mengapa lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi contoh transparansi justru terkesan menutup diri? Apakah “keterbukaan informasi” kini menjadi hal yang menakutkan bagi para pengelola sekolah?
Padahal, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dengan tegas menyebutkan bahwa setiap lembaga pendidikan penerima dana publik wajib memberikan informasi kepada masyarakat. Tapi nampaknya, semangat undang-undang tersebut belum sempat “masuk kelas” di SMA PLUS PGRI Cikampek.
Sikap tertutup ini membuat publik bertanya-tanya, apakah pihak sekolah sedang menjaga transparansi atau justru menutupinya?
Redaksi Warta Jabar tentu berharap, di era digital dan keterbukaan ini, lembaga pendidikan tidak justru menjadi “benteng sunyi” yang menolak komunikasi. Sebab, keterbukaan bukan ancaman — kecuali bagi mereka yang punya sesuatu untuk disembunyikan. (Red)





                                    



