Ketua Dewan Pers Pengkhianat Kemerdekaan PERS

KARAWANG, WJ GROUP _ Resah dan Marah yang sedang dirasakan Insan Pers dengan pernyataan Ketua Dewan Pers Prof. Dr. Mohammad Nuh, DEA yang beredar di berbagai media online, bahwa perusahaan Pers yang telah memiliki legalitas hukum seperti akta  pendirian (PT) dan SIUP dianggap belum cukup.

Sehingga harus mendapat izin dari Dewan Pers, dengan analogi pengembang perumahan meski sudah mengantongi izin tetapi harus juga mendapatkan pula Izin Mendirikan Bangunan atau IMB (dari Dewan Pers). M Nuh sedang menganggap dirinya lembaga regulator?

Dikatakan juga, pada saat melakukan verifikasi faktual di beberapa media di Makasar belum lama ini, Muhammad Nuh mengibaratkan, perusahaan Pers sebagai keluarga sehingga yang belum  mendaftar harus segera mendaftar agar menjadi bagian dalam keluarga. Karena menurutnya, kalau ada anak yang di luar nikah maka harus didaftar agar dapat warisan.

M Nuh mungkin sedang berangan-angan, tidak ingat Pers adalah lembaga sosial. Kemerdekaan Pers adalah hasil perjuangan tokoh Pers dan puncaknya reformasi ‘98 dan terus akan diperjuangkan.

Dewan Pers seharusnya membuat Pers berkarya lebih merdeka bukan membatasi dengan membuat dan mengeluarkan peraturan-peraturan yang bertentangan dengan undang-undang yang berlaku”.

Nuh tidak sadar, apa yang sudah dilakukan Dewan Pers,  mana pembinanan kepada wartawan sebagi kewajiban sesaui UU No 40 tahun 1999 ?, Pasal 15 Ayat (1) Tujuan dibentuknya Dewan Pers adalah untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kualitas serta kuantitas pers nasional.

Bukankah wartawan masih harus keluar uangnya kalau akan mengikuti uji kopentensi profesi untuk hanya sekedar mendapat  secarik kertas sertifikasi?.

Dewan Pers, dikemanakan badan resmi Negara yang berhak mensertifikasi dan mengeluarkan hasil pengujiannya, BSNP?. Wartawan itu profesi?

Menanggapi akan hal tersebut, dikutip dari http://www.qjabar.com/, Ketua Presidium Forum Pers Independent Indonesia (FPII), Kasihhati ‘Pernyataan tersebut membuktikan bahwa Ketua Dewan Pers adalah Pengkhianat diantara para pejuang Pers yang sudah berdarah-darah untuk memperjuangkan kemerdekaan Pers di negeri ini. Dan pernyataan itu juga membuktikan bahwa M. Nuh, tidak memahami Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila.

Sementara itu, dikutip dari jurnalpolisi.com, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pers Republik Indonesia Hence Mandagi menyesalkan pernyataan Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh tidak memahami sejarah dan tujuan dibentuk dan disahkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Pernyataan Ketua Dewan Pers itu sama saja mengkhianati perjuangan para tokoh pers nasional yang dulu susah payah menuntut Departemen Penerangan dan Dewan Pers dibubarkan karena selama puluhan tahun dianggap telah memasung kemerdekaan pers,” urai Mandagie melalui siaran pers yang dikirim ke  redaksi, Sabtu, 10 Agustus 2019.

Tujuan dibubarkannya Departemen Penerangan RI dan Dewan Pers ketika itu, menurut Mandagi, salah satu alasannya  adalah untuk menghapuskan syarat pendirian perusahaan pers dari kewajiban mengantongi Surat ijin Usaha Penerbitan atau SIUP karena dianggap terlalu berbelit-belit dan memakan waktu lama. Sulitnya mengurus SIUP di Departemen Penerangan RI ketika itu membuat pers Indonesia sulit berkembang.

“Kewajiban memiliki SIUP sengaja ditiadakan oleh pemerintah pada era itu agar tidak terjadi lagi pembredelan terhadap media massa, sehingga kemerdekaan pers yang diperjuangkan para tokoh pers akhirnya bisa tertuang dalam Undang-Undang Pers yang baru yakni UU Nomor 40 Tahun 1999,” ulas Mandagi.

Mandagi juga menambahkan, pemerintah bersama seluruh insan pers ketika itu sepakat menyederhanakan pendirian perusahaan pers agar tidak perlu ada lagi ijin berupa SIUP demi tujuan menjamin kebebasan pers dari ancaman pembredelan media massa. “Peniadaan Ijin usaha penerbitan, pembubaran Departemen Penerangan dan Dewan pers pada masa itu adalah sejarah perjuangan kemerdekaan pers yang saat ini tergerus atau terlupakan oleh kebijakan Dewan Pers,” ujar Nya.

Jika sekarang ini muncul upaya Dewan Pers menjadikan lembaganya sebagai regulator yang mengeluarkan ijin bagi perusahaan pers, menurut Mandagi, akan sangat berbahaya bagi kebebasan pers. “Itu sama saja dengan pengkhianatan terhadap perjuangan kemerdekaan pers,” pungkasnya. (*red/JK)

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *