Menelan Biaya Fantastis, Kondisi Menara Masjid Agung Karawang Miring Dan Membahayakan 

KARAWANG, WJ GROUP_Masjid Agung Karawang yang disebut-sebut sebagai masjid paling tua di Pulau Jawa. Lokasi masjid tepat berada di Alun-alun Barat Kota Karawang atau lebih tepatnya.Berada di Kelurahan Karawang Kulon, Kecamatan Karawang Barat, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.

Masjid Agung Karawang memiliki sejarah yang cukup panjang. Pembangunan Masjid Agung ini tak lepas dari sosok Syeh Quro, ialah penyebar agama Islam pertama di Kabupaten Karawang Jawa Barat.

Masjid Agung Karawang ini lebih tua dibandingkan dengan Masjid Agung Cirebon dibangun pada Thn 1475 M dan Masjid Agung Demak di bangun Thn 1479 M. Sementara Masjid Agung Karawang sendiri di bangun pada Tahun 1418 M.

Pembangunan menara Masjid Agung Karawang  ini Menelan Biaya yang benar benar sangat Fantastis, tetapi Kualitas Bangunan Menara Masjid Agung Karawang sangat memprihatinkan dan membahayakan bagi warga yang tinggal di sekitar Masjid Agung ini.

Pemerintah Kabupaten Karawang melalui APBD TA.2019 telah mengucurkan Anggaran sebesar Rp12 miliar. Dari Anggaran ini di plot untuk pembangunan penginapan dan juga plot untuk pembangunan menara tidak kurang dari ketinggian 41 meter.

Uji kelayakan Kontruksi pembangungan menara ini patut dipertanyakan karena kwalitas dan kwantitas pembangunan menara ini sangat buruk. Dan tidak sesuai dengan Spesifikasi serta RAB. Serta desainnya yang tidak optimal atau kemudian pembangunannya yang tidak sesuai dengan Perencanaan.

Padahal Pembangunan menara Masjid Agung Karawang ini Umur Konstruksi yang baru sekitar Tiga Tahun masih tergolong muda. Tetapi bangunan menaranya sudah terlihat kondisinya Miring serta membahayakan dan sangat memprihatinkan.

Persoalannya sekarang adalah Bupati Karawang dr. Cellica Nurachadiana harus segera mengatasi kondisi kemiringan menara Masjid Agung Karawang sebelum menara ini ambruk dan menelan korban.

Salah satu perubahan mendasar dalam Undang-Undang No.2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, sebagai pengganti Undang-Undang No.18 Tahun 1999, adalah perihal sanksi dalam hal terjadi kegagalan bangunan.

Pertanyaan selanjutnya adalah pihak yang memikul tanggung jawab dalam hal terjadi kegagalan bangunan. Dalam kontrak kerja konstruksi sebagai dasar hukum pelaksanaan jasa konstruksi, ada 2 (dua) pihak yang terikat yakni Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa.

Penyedia Jasa dianggap dapat bertanggungjawab dalam hal terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena penyelenggaraan jasa konstruksi yang tidak memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Keberkelanjutan yang diatur dalam UU Jasa Konstruksi No.2 Tahun 2017.    (*Jamal)

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *