Komisi II DPRD Kecewa, Pengusaha Tambang Tidak Transparan
PURWAKARTA,
WJ GROUP _ Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Purwakarta Alaikasalam, SH.I
merasa kecewa dan menyesalkan ketidaktransparanan para pengusaha tambang batu
pada saat hearing (dengar pendapat), di ruang gabungan Komisi, Kamis (7/11).
Hadir dalam rapat itu antara lain Ketua Komisi
II Alaikasalam, SH.I (Fraksi PKB), anggotanya Fitri Maryani (Fraksi Gerindra),
Conrad Surawijaya (Fraksi DPN), Agus Sugianto, SE (Fraksi Berani), dan Hj.
Putriarti Putik H, SE (Fraksi Golkar), perwakilan Bapenda Wilayah III
Provinsi Jawa Barat Tedy dan jajarannya, Ketua Bapenda Hj. Nina Herlina, S.Sos,
M.Si dan jajarannya, Kabag Hukum Setda Dani Abdurrahman, SH, MH, serta sejumlah
pengusaha tambang batu yang beroperasi di Purwakarta.
Alaikasalam mengatakan, rapat ini sengaja
digelar karena pendapatan pajak MBLB (Mineral Bukan Logam dan Batuan), yang
dibebankan kepada Bapenda Purwakarta hingga memasuki Triwulan III, masih jauh
dari harapan. Pasalnya, dari 9 perusahaan yang masih aktif, pajak MBLB
yang berhasil diraih Bapenda hanya Rp. 8,2 M dari target sebesar Rp. 55 M
sebagaimana tertuang dalam APBD 2019.
“Bagaimana rumusan pengenaan pajak
ini? Apa saja kendalanya? Kenapa capaian target Bapenda masih terlalu rendah?
Kita ingin tahu will dari para pengusaha?” cecar Alaikasalam.
Dalam rapat yang berlangsung cukup alot dan
sengit itu, masih terdapat kesimpangsiuran dalam menentukan hasil produksi yang
terkena pajak antara Bapenda dan pengusaha.
Padahal, dalam UU No. 28/2009 tentang Pajak
Mineral Bukan Logam dan Batuan khususnya ayat (1) Pasal 59 disebutkan dasar
pengenaan pajak MBLB adalah nilai jual Hasil Pengambilan Mineral Bukan Logam
dan Batuan. Ayat (2) menyebutkan Nilai Jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dihitung dengan mengalikan volume/tonase hasil pengambilan dengan nilai pasar
atau harga standard masing-masing jenis MBLB.
Lebih dari itu para pengusaha tambang
seolah-olah berbelit-belit dan menutup-nutupi, ketika dicecar pertanyaan oleh
Alaikasalam dan Fitri Maryani secara bergantian, berapa rata-rata produksi para
pengusaha tambang setiap hari.
“Maaf bapak-bapak diundang ke sini, karena
kami ingin dengar secara langsung dari Bapak berapa sebenarnya volume produksi
hasil tambang per hari, sehingga kita bisa ikut menganalisa dan memperhitungkan
pengenaan pajak MBLB (Mineral Bukan Logam dan Bantuan) yang semestinya Bapak
bayarkan ke Bapenda Purwakarta,”Tanya Fitri. “Maaf, ini bukan
demi kami, tapi demi rakyat Purwakarta,”tambah Fitri.
Direktur PT Batu Cemerlang Andalan Eko dan
Direktur PT Panca Putra Sejahtera Yogi bukannya menjawab pertanyaan secara
eksplisit, tapi justru lebih banyak bercerita tentang teknis operasional
perusahaannya seperti blesting (pengeboman) dan berapa besar bahan peledak yang
digunakan. “Tidak semua hasil produksi yang terkena pajak MBLB,
karena masih ada turunan Andesit, yaitu bescose, split, abu dll,”ujarnya
Sementara itu, Nina Herlina menerangkan, selama
ini para pengusaha self assessment (menghitung sendiri) dalam penentuan
pembayaran pajak, karena Bapenda tidak punya alat ukur. “Harganya mahal,
sekitar Rp. 1,5 M,”terang Nina. Ditambahkannya, setiap tahun pajak MBLB
ini memang tidak pernah memenuhi target dalam APBD. Ia hanya berharap dari
komitmen para pengusaha, karena mereka sendiri yang mampu menghitung.
Fitri menyarankan, ke depan Bapenda harus lebih
optimal dan lebih mampu mengestimasikan lagi dalam pemungutan pajak MBLB.
Pasalnya, bukan buruk sangka, tetapi bisa saja sistem perhitungan pengusaha
tambang tidak aktual.
“Kalau memang sekarang pada perusahaan
disyaratkan harus menyusun RKAB oleh Provinsi Jawa Barat sebelum operasional,
maka Bapenda Purwakarta sebaiknya berkoordinasi dengan Bapenda Jawa Barat,
bagaimana bisa mendapat tembusan dari RKAB itu, sehingga bisa terdeteksi volume
produksi mereka setiap harinya,” ujar Fitri, politisi Gerindra yang
terkenal kritis ini. (JP/AL)