Agar Harmoni, Demokrasi Harus Diimbangi Nomokrasi

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM, Moh. Mahfud MD

JAKARTA, WJ GROUP _ Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM, Moh. Mahfud MD menyampaikan bahwa, jika iklim demokrasi tidak ingin kacau, maka harus diimbangi oleh nomokrasi.

Demokrasi adalah kedaulatan rakyat, dan nomokrasi adalah kedaulatan hukum. Keduanya harus berjalan seiring, demokrasi tanpa kedaulatan hukum akibatnya bisa terjadi chaos, dan kesewenang-wenanganan.

“Sebaliknya, hukum tanpa demokrasi, bisa sepihak oleh penguasa, elitis dan konservatif,” ujarnya saat memberikan Keynote Speech dalam acara Webinar Diskusi Demokrasi: Ironi Ruang Publik di Masa Pandemik Covid-19 yang diselenggarakan oleh Public Virtue Institute, Yayasan Kurawal dan Erasmus Huis Kedutaan Belanda, dari Jakarta, Jumat (04/09/2020).

Menurut Menko Mahfud era pandemi membuat ruang publik di Indonesia ramai dengan kontroversi. “Akibat positif dari demokrasi. Konsekuensi dari perkembangan demokrasi adalah, pertentangan di tengah masyarakat selalu terjadi. Dan merupakan tugas pemerintah untuk tetap menjaga suasana demokrasi,” tegasnya.

Acara tersebut juga sekaligus merupakan peluncuran buku Dwilogi Intelektual-aktivis Almarhum AE Priyono, yang disebut oleh Menko Polhukam sebagai rekannya sejak mahasiswa yang selalu mengajak berkompetisi dalam kebaikan. “AE Priyono tetap teguh sebagai pejuang demokrasi hingga akhir hayatnya. Ia selalu menaruh perhatian pada pembahasan demokrasi, HAM, dan demokrasi dalam Islam,” ungkapnya.

Dalam acara itu, Menko Polhukam mengingatkan tugas bersama dalam kehidupan bernegara untuk mengelola demokrasi tetap tumbuh. Menurutnya, demokrasi dan bentuk negara kesatuan, merupakan komitmen keyakinan pendiri negara bahwa asas dan sistem bernegara yang baik adalah demokrasi.

“Semua itu sudah dirumuskan melalui perdebatan panjang dan voting para pendiri negara. Tugas kita menjaga kedaulatan demokrasi. Karena itu, kedaulatan hukum harus dijadikan komitmen oleh kita, karena hukum meski berdaulat, sering kita berpura-pura dan seolah-olah,” ujar Mahfud.

Lebih lanjut, menurut Menko Polhukam  hukum kerap dijadikan industri, diolah sedemikian rupa, seakan semua seolah-olah sudah seperti sesuai dengan hukum. “Yang diributkan seperti kasus-kasus sekarang ini, orang sudah curiga hukum direkayasa, dicarikan pasal yang salah jadi bebas, yang salah sedikit jadi pelaku utama, dicarikan pasal dan bukti dihilangkan, kemudian ada yang dicari dan ditambah buktinya,” ungkapnya.

Menko Mahfud menekankan tentang komitmen menjaga negara demokrasi, dan bukan sistem lain. “Karena negara demokrasi sudah diuji oleh pemikiran mendalam dan diuji dengan sejarah bangsa Indonesia dan bangsa lain di dunia,” tandasnya.

Hadir sebagai pembicara dalam acara diskusi itu antara lain Ardi Stoios-Braken dari Kedutaan Belanda, Guru Besar Sejarah Universitas Queensland, Australia Gerry Van Klinken, Sosiolog dan Ketua Penasehat Public Virtue Institute Thamrin Amal Tomagola, dan Wakil Ketua Mafindo – Masyarakat Anti Fitnah Indonesia Anita Wahid. Sumber : www.kominfo.go.id   (*Charles/Eben Sinaga)

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *