TII : Kinerja KPK Dinilai Baik

http://kpk.go.id/
Komisi Pemeberantasa Kourpsi – KPK

JAKARTA _ Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperoleh kinerja sebesar 88% dari pengukuran yang dilakukan Tranparency International Indonesia (TII). Hasil pengukuran kinerja disampaikan TII di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, awal Juli lalu.

“Artinya kinerja KPK dinilai baik,” kata Sekretaris Jenderal Transparancy International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko.

Dadang menambahkan, berdasarkan hasil penilaian tersebut, TII merekomendasikan KPK agar segera menaruh perhatian besar untuk membenahi tata kelola organisasi dan menggunakan kewenangannya yang independen untuk fokus pada investasi sumber daya manusia. Selain itu, TI Indonesia juga mengimbau agar pemerintah memastikan dan melindungi kerja-kerja KPK yang independen dan bebas dari konflik kepentingan.

Keberadaan lembaga antikorupsi, kata Dadang, memang penting untuk setiap negara. “Bahkan, negara yang telah memperoleh skor indeks persepsi korupsi yang baik seperti Singapura saja masih membutuhkan lembaga antikorupsi di negaranya.”

Dalam paparan hasil penilaian yang disampaikan kepada Pimpinan KPK, Peneliti TII Alvin Nicola menjelaskan, ada enam dimenasi yang diukur, yaitu dimensi pencegahan, pendidikan dan penjangkauan. Dari enam dimensi yang dinilai, yaitu Independensi & Status; SDM & Anggaran; Akuntabilitas & Integritas; Deteksi, Penyidikan & Penuntutan; Pendidikan, Pencegahan & Penjangkauan; serta Kerja Sama & Hubungan Eksternal.

Dari enam dimensi tersebut, ada empat dimensi yang memiliki kinerja di atas 80 persen. Pertama, Dimensi Pendidikan, Pencegahan & Penjangkauan sebesar 88 persen. TII menilai bagaimana KPK membuat rencana strategis dalam rangka pencegahan korupsi. Dimensi tersebut juga menilai mengenai alokasi anggaran, pelatihan dan pendidikan, peninjauan organisasi dan penelitian.

Selain itu, TII juga menilai bagaimana KPK memberikan rekomendasi dalam strategi pencegahan kepada setiap kementerian dan lembaga, pelaksanaan diseminasi dan kampanye, serta komunikasi dan sosialisasi kepada masyarakat secara daring.

KPK mendapat besaran nilai yang sama untuk tiga dimensi yang berbeda. Ketiga dimensi itu ialah dimensi independensi dan status, dimensi deteksi, penyidikan dan penuntutan, serta dimensi kerjasama dan hubungan eksternal. Ketiga dimensi tersebut memperoleh persentase sebesar 83%.

Untuk dimensi independensi dan status, TI Indonesia memiliki beberapa indikator penilaian seperti independensi lembaga, mekanisme pengangkatan dan pemberhentian Komisioner, yuridiksi, kekuatan penyidikan dan penuntutan, kewenangan operasional, dll.

Kemudian untuk dimensi deteksi, penyidikan dan penuntutan, TI menilai kinerja KPK dengan beberapa indikator seperti responsivitas terhadap laporan mengenai korupsi, efisiensi dan profesionalisme, tingkat penuntutan dan penetapan tersangka, dan lainnya.

Sedangkan, dalam dimensi kerja sama dan hubungan eksternal, penilaian terhadap kinerja KPK dinilai dari indikator kerjasama dengan lembaga penegak hukum lain, kerja sama dengan organisasi non-pemerintah, jaringan internasional dan lembaga antikorupsi lain serta aksesibilitas kelompok marjinal.

Sementara itu KPK mendapatkan perolehan 78% untuk dimensi akuntabilitas dan integritas. Hal ini dinilai berdasarkan beberapa indikator seperti pelaporan tahunan KPK, responsivitas terhadap permintaan informasi, kepatuhan proses hukum, mekanisme integritas internal, dan lainnya.

Terakhir, dalam dimensi sumber daya manusia dan anggaran KPK memperoleh persentase sebesar 67%. TI Indonesia menilai dengan menggunakan beberapa indikator seperti menilai kecukupan anggaran, gaji pegawai, proses seleksi pegawai, keahlian pegawai, dll.

Namun, ada beberapa catatan penting yang disampaikan Alvin. Pertama, dalam dimensi independensi dan status. Menurut Alvin, jaminan keamanan pimpinan KPK ketika menjabat masih tergolong rendah.

“Sangat mudah untuk menjadikan pimpinan KPK sebagai tersangka dan kemudian statusnya langsung dinonaktifkan sebagai Pimpinan KPK.”

Menurut dia, hal tersebut dapat mengancam independensi KPK. Peraturan yang menyebutkan bahwa Pimpinan KPK akan dinonaktifkan jika menjadi tersangka justru merupakan salah satu celah untuk melemahkan KPK.

Selanjutnya yang menjadi perhatian Alvin adalah dimensi anggaran dan sumber daya manusia yang mendapatkan skor terendah yaitu 67%. Alvin berpendapat bahwa anggaran untuk KPK masih tergolong minim.

“Kalau dihitung selama empat tahun terakhir, anggaran kecil sekali, cuma nol koma nol nol satu persen (dari APBN).”

Menurutnya, seharusnya setiap lembaga negara mendapatkan setidaknya 0,1% dari APBN.

Selain itu, masih dari dimensi yang sama, Alvin mengatakan bahwa sistem tata kelola sumber daya manusia di KPK masih perlu diperbaiki.

“Masih banyak jabatan-jabatan strategis yang saat ini posisi tersebut masih diisi pelaksana tugas.”

Penasihat KPK Budi Santoso mengapresiasi bentuk dukungan TII yang telah melakukan penelitian ini dalam rangka penguatan lembaga antikorupsi. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi bagi KPK agar keberadaan KPK sebagai lembaga antikorupsi semakin kuat.

Menanggapi rekomendasi perbaikan, Budi mengatakan bahwa saat ini KPK sudah mengajukan penyesuaian anggaran dan kebutuhan sumber daya manusia kepada Kementerian Keuangan. Menurutnya, ini akan menjadi tugas pertama pimpinan baru nanti.

“Dari sisi jumlah kita masih sangat jauh untuk memenuhi kebutuhan pelaksanaan tugas. Ini akan menjadi tugas pimpinan baru untuk melanjutkan wacana penambahan SDM dan anggaran.” Sumber  Humas KPK (*LM/JK)

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *